A. Pendahuluan
Pupuk merupakan bahan organik maupun bahan anorganik yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman optimal atau mampu berproduksi dengan baik. Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik yang cenderung terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk organik yang berlebihan adalah penimbunan residu dalam tanah yang mengakibatkan daya dukung tanah terhadap tanaman semakin berkurang, kemudian akan mengurangi produktivitas lahan.
Konsekuensi dari penggunaan pupuk yang tidak berimbang akan menyebabkan tanaman semakin rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Untuk menghadapi hama dan penyakit tanaman yang terus berkembang, maka penggunaan pestisida digunakan secara rutin untuk melindungi tanaman. Sehingga agar memperoleh produksi yang tinggi juga dibutuhkan biaya yang tinggi, seperti penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dengan dosis tinggi.
Saat ini, ada kecenderungan kesulitan mendapatkan pupuk anorganik saat menjelang musim tanam dan hal ini membuat berpikir keras untuk menghilangkan ketergantungan terhadap pemakaian pupuk anorganik. Salah satu alternatif, untuk bisa mengurangi ketergantungan pupuk anorganik adalah membuat terobosan dengan memproduksi pupuk organik secara mandiri dengan memamfaatkan bahan – bahan yang ada di sekitar lingkungan kita. Penggunaan pupuk organik dapat menjaga kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, memperkaya bahan nutrisi dalam tanah, dan menetralisir kimia atau racun dalam tanah. Penggunaan pupuk organik secara kontinu dan berkelanjutan, akan mengurangi tahap demi tahap ketergantungan penggunaan pupuk anorganik yang dari waktu ke waktu semakin mahal.
B. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi pembentukan kompos
Pembuatan kompos tidaklah sulit, dengan menumpuk bahan – bahan sumber organik saja akan menjadi kompos dengan sendirinya. Namun proses tersebut membutuhkan waktu yang lama. Dengan mengetahui faktor – faktor proses pengomposan maka pembentukan kompos dapat dipercepat. Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah akan mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik menjadi kompos yang matang.
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Ukuran dan Struktur Bahan baku organik
Ukuran bahan baku yang ideal sekitar 4 – 5 cm, dengan ukuran bahan baku kurang dari 5 cm akan mengurangi pergerakan udara yang masuk ke dalam timbunan dan pergerakan CO 2 yang keluar. Laju dekomposisi bahan organik jug tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan, di antaranya jenis tanaman, umur dan komposisi kimia tanaman. Pada umumnya, semakin muda umur tanaman, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat, hal ini disebabkan kadar air yang cukup tinggi, kadar nitrogen yang tinggi, rasio C/N yang sempit serta kandungan zat lignin yang rendah.
2. Suhu Pengomposan
Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal 40 – 50 derajat celcius sangat penting dalam proses pengomposan. Salah satunya dengan menimbun bahan organik sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 meter. Suhu yang terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai.
3. Rasio C/N
Proses pengomposan akan berjalan baik apabila rasio C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25 – 35 persen. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu rendah tidak menghasilkan panas yang cukup sehingga pembusukan bahan – bahan menjadi terhambat.
4. Kelembaban (RH)
Kelembaban selama proses pengomposan harus mencapai 40 – 60 persen. Kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat proses pengomposan dan akan menguapkan nitrogen ke udara. Sebaliknya, jika kelembaban yang terlalu tinggi akan menghambat proses pertukaran udara dalam campuran bahan kompos terganggu.
5. Tingkat Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan menambahkan kapur. Jika pH terlalu tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan urea atau kotoran hewan.
6. Bahan Bioaktivator
Proses pengomposan bisa dipercepat dengan menambahkan starter/aktivator yang kandungan bahannya berupa mikroorganisme, enzim dan asam humat.
7. Aerasi dan Pengadukan
Sebelum dan selama proses pengomposan , campuran bahan kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak bahan organik bisa menyebar merata dan aktivitas mikroba perombak bahan organik bisa lebih efektif. Pengadukan atau pembalikan kompos juga akan membantu memperbaiki aerasi dalam tumpukan kompos. Pertukaran udara yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi bahan organik berjalan lancar.
Sumber Pustaka :
1. Ir. Suhut Simamora, Ms & Ir. Salundik, Msi (tth). Meningkatkan Kualitas Kompos.
2. L. Murbandono HS (2010). Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.
3. Budi Susilo Setiawan & Tim Penulis ETOSA IPB (2010). Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pupuk merupakan bahan organik maupun bahan anorganik yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman optimal atau mampu berproduksi dengan baik. Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik yang cenderung terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk organik yang berlebihan adalah penimbunan residu dalam tanah yang mengakibatkan daya dukung tanah terhadap tanaman semakin berkurang, kemudian akan mengurangi produktivitas lahan.
Konsekuensi dari penggunaan pupuk yang tidak berimbang akan menyebabkan tanaman semakin rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Untuk menghadapi hama dan penyakit tanaman yang terus berkembang, maka penggunaan pestisida digunakan secara rutin untuk melindungi tanaman. Sehingga agar memperoleh produksi yang tinggi juga dibutuhkan biaya yang tinggi, seperti penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dengan dosis tinggi.
Saat ini, ada kecenderungan kesulitan mendapatkan pupuk anorganik saat menjelang musim tanam dan hal ini membuat berpikir keras untuk menghilangkan ketergantungan terhadap pemakaian pupuk anorganik. Salah satu alternatif, untuk bisa mengurangi ketergantungan pupuk anorganik adalah membuat terobosan dengan memproduksi pupuk organik secara mandiri dengan memamfaatkan bahan – bahan yang ada di sekitar lingkungan kita. Penggunaan pupuk organik dapat menjaga kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, memperkaya bahan nutrisi dalam tanah, dan menetralisir kimia atau racun dalam tanah. Penggunaan pupuk organik secara kontinu dan berkelanjutan, akan mengurangi tahap demi tahap ketergantungan penggunaan pupuk anorganik yang dari waktu ke waktu semakin mahal.
B. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi pembentukan kompos
Pembuatan kompos tidaklah sulit, dengan menumpuk bahan – bahan sumber organik saja akan menjadi kompos dengan sendirinya. Namun proses tersebut membutuhkan waktu yang lama. Dengan mengetahui faktor – faktor proses pengomposan maka pembentukan kompos dapat dipercepat. Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah akan mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik menjadi kompos yang matang.
Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Ukuran dan Struktur Bahan baku organik
Ukuran bahan baku yang ideal sekitar 4 – 5 cm, dengan ukuran bahan baku kurang dari 5 cm akan mengurangi pergerakan udara yang masuk ke dalam timbunan dan pergerakan CO 2 yang keluar. Laju dekomposisi bahan organik jug tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan, di antaranya jenis tanaman, umur dan komposisi kimia tanaman. Pada umumnya, semakin muda umur tanaman, proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat, hal ini disebabkan kadar air yang cukup tinggi, kadar nitrogen yang tinggi, rasio C/N yang sempit serta kandungan zat lignin yang rendah.
2. Suhu Pengomposan
Menjaga kestabilan suhu pada suhu ideal 40 – 50 derajat celcius sangat penting dalam proses pengomposan. Salah satunya dengan menimbun bahan organik sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25 – 2 meter. Suhu yang terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai.
3. Rasio C/N
Proses pengomposan akan berjalan baik apabila rasio C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25 – 35 persen. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu rendah tidak menghasilkan panas yang cukup sehingga pembusukan bahan – bahan menjadi terhambat.
4. Kelembaban (RH)
Kelembaban selama proses pengomposan harus mencapai 40 – 60 persen. Kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat proses pengomposan dan akan menguapkan nitrogen ke udara. Sebaliknya, jika kelembaban yang terlalu tinggi akan menghambat proses pertukaran udara dalam campuran bahan kompos terganggu.
5. Tingkat Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan menambahkan kapur. Jika pH terlalu tinggi (basa) bisa diturunkan dengan menambahkan bahan urea atau kotoran hewan.
6. Bahan Bioaktivator
Proses pengomposan bisa dipercepat dengan menambahkan starter/aktivator yang kandungan bahannya berupa mikroorganisme, enzim dan asam humat.
7. Aerasi dan Pengadukan
Sebelum dan selama proses pengomposan , campuran bahan kompos harus diaduk sehingga mikroba perombak bahan organik bisa menyebar merata dan aktivitas mikroba perombak bahan organik bisa lebih efektif. Pengadukan atau pembalikan kompos juga akan membantu memperbaiki aerasi dalam tumpukan kompos. Pertukaran udara yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi bahan organik berjalan lancar.
Sumber Pustaka :
1. Ir. Suhut Simamora, Ms & Ir. Salundik, Msi (tth). Meningkatkan Kualitas Kompos.
2. L. Murbandono HS (2010). Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.
3. Budi Susilo Setiawan & Tim Penulis ETOSA IPB (2010). Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar