A. Pendahuluan
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai sumber pendapatan bagi petani dan perkebunan besar. Sebagai penghasil devisa non migas, kopi menepati urutan keempat sesudah kayu, tekstil, dan karet. Perkopian juga merupakan bidang usaha yang menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja musiman. Di Indonesia produksi kopi masih didominasi oleh kopi robusta yang memegang peranan lebih dari 90 persen, sedangkan pengelolaannya juga didominasi oleh kopi rakyat.
Secara umum peningkatan produktivitas kopi masih mungkin dilakukan dengan berbagai masukan kultur teknik seperti penggunaan klon unggul sebagai bahan tanam, peningkatan kerapatan tanam dan pengaturan naungan, pemupukan dan perbaikan sifat fisik tanah, serta pengendalian hama, penyakit dan gulma.
Tanaman kopi robusta mempunyai sifat menyerbuk silang (self sterile, heterozygous), sehingga apabila diperbanyak dengan benih tidak dapat mempertahankan sifat genetiknya. Oleh karenanya perbanyakan harus dilakukan secara vegetatif. Sebaliknya kopi arabika bersifat homozigous sehingga perbanyakan dengan benih masih dapat dilakukan.
Perbanyakan generatif generatif mudah dikerjakan yaitu dengan cara menyemaikan benih dan memeliharanya di pembibitan kemudian ditanam di lapang. Namun untuk kopi robusta akan sangat riskan, dikhawatirkan adanya segresi sifat genetik sehingga muncul tanaman yang menyimpang dari sifat genetik induknya. Sedangkan untuk perbanyakan vegetatif, tidak menimbulkan variasi sifat genetik antar tanaman.
B. Beberapa Cara Perbanyakan Vegetatif
a. Terubusan Akar
Teknik ini adalah dengan cara melakukan pelukaan bagian akar, terutama pada akar yang sudah tua dan terangkat ke atas permukaan tanah. Akar yang telah bertunas dapat dipotong serta dipelihara dalam bedengan penyetekan atau polybag.
b. Setek Bonggol
Teknik ini dilakukan dengan cara mengiris dan menanam bonggol (pembengkakan buku – buku pada batang utama) dalam bedengan penyetekan. Bekas irisan bonggol dihadapkan ke bawah kemudian di sungkup dengan plastik. Tunas yang sudah tumbuh memanjang dipisahkan dengan akarnya dengan cara mengiris bonggol kemudian ditanam dalam polybag.
c. Setek Batang
Setek batang dilakukan dengan cara memotong batang sepanjang 20 – 30 cm. Daun – daunnya di kupir setengahnya dan setelah berumur 5 – 6 bulan dapat ditanam di lapang.
d. Setek Ruas
Setek ruas merupakan perbanyakan dengan satu ruas/buku. Ruas yang diambil biasanya ruas kedua, ketiga dan keempat. Teknik ini merupakan perbaikan dari teknik setek batang.
e. Setek Belah
Setek belah merupakan pengembangan dari setek ruas. Teknik ini adalah dengan satu bahan setek ruas dibelah dengan menyisakan satu ketiak daun dengan tunas dorman yang siap tumbuh.
f. Setek Daun Bermata Tunas
Setek daun bermata tunas dapat dibuat dengan cara menyayat entres sepanjang kurang lebih 2 cm di bawah tangkai daun ke arah atas hingga sedikit di atas mata tunas reproduksi. Bahan setek yang akan di tanam berbentuk sekeping kayu tipis berkulit dengan ukuran panjang kurang lebih 2 cm di bawah tangkai, serta tunas dorman dan daun yang telah di kupir.
g. Setek Sambungan
Setek sambung adalah dua bahan setek yang disambung menjadi satu. Bahan setek bagian atas di buat dari satu ruas entres yang disayat dua sisinya sehingga berbentuk seperti baji, kemudian disambungkan pada bahan setek bagian bawah yang telah di belah ujungnya dan pangkal bahan setek bagian bawah disayat miring.
h. Okulasi
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan mata tunas yang masih berwarna hijau tanpa daun dengan batang bawahnya berumur kurang dari 2 tahun.
i. Sambungan Epikotil
Sambungan dengan menggunakan batang bawah telah berumur 6 – 8 bulan dengan diameter batang sebesar pencil dengan menyisakan daun 2 – 3 pasang daun. Biasanya sambungan dilakukan pada batang bawah setinggi kurang lebih 20 cm dari pemukaan tanah.
j. Sambungan Hipokotil Fase Serdadu
Sambungan hipokotil adalah cara penyambungan batang atas pada hipokotil batang bawah (di bawah kotiledon) yang dilakukan pada waktu batang bawah masih dalam fase serdadu atau kepelan.
k. Sambungan Akar
Metode sambungan akar adalah menyambungkan akar, baik satu atau seluruh akar dari tanaman semaian pada batang atas. Untuk mendapatkan keseragaman genetis bahan tanam sebaiknya menggunakan satu sumber akar dari kebun entres klonal.
Sumber Pustaka :
1. Ir. M. Yahmadi (1972). Budidaya Dan Pengolahan Kopi. Sub Balai Penelitian Budidaya Jember
2. I. Hartana, Soekarya Danimihardja (1990). Program Penelitian Komoditas Kopi di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Jember
3. Gatut-Suprijadji & Bambang Odang Mubiyanto (1998). Beberapa Alternatif Teknik Perbanyakan Vegetatif Tanaman Kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao, 14 (2), 139 - 145
Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai sumber pendapatan bagi petani dan perkebunan besar. Sebagai penghasil devisa non migas, kopi menepati urutan keempat sesudah kayu, tekstil, dan karet. Perkopian juga merupakan bidang usaha yang menyerap tenaga kerja, baik tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja musiman. Di Indonesia produksi kopi masih didominasi oleh kopi robusta yang memegang peranan lebih dari 90 persen, sedangkan pengelolaannya juga didominasi oleh kopi rakyat.
Secara umum peningkatan produktivitas kopi masih mungkin dilakukan dengan berbagai masukan kultur teknik seperti penggunaan klon unggul sebagai bahan tanam, peningkatan kerapatan tanam dan pengaturan naungan, pemupukan dan perbaikan sifat fisik tanah, serta pengendalian hama, penyakit dan gulma.
Tanaman kopi robusta mempunyai sifat menyerbuk silang (self sterile, heterozygous), sehingga apabila diperbanyak dengan benih tidak dapat mempertahankan sifat genetiknya. Oleh karenanya perbanyakan harus dilakukan secara vegetatif. Sebaliknya kopi arabika bersifat homozigous sehingga perbanyakan dengan benih masih dapat dilakukan.
Perbanyakan generatif generatif mudah dikerjakan yaitu dengan cara menyemaikan benih dan memeliharanya di pembibitan kemudian ditanam di lapang. Namun untuk kopi robusta akan sangat riskan, dikhawatirkan adanya segresi sifat genetik sehingga muncul tanaman yang menyimpang dari sifat genetik induknya. Sedangkan untuk perbanyakan vegetatif, tidak menimbulkan variasi sifat genetik antar tanaman.
B. Beberapa Cara Perbanyakan Vegetatif
a. Terubusan Akar
Teknik ini adalah dengan cara melakukan pelukaan bagian akar, terutama pada akar yang sudah tua dan terangkat ke atas permukaan tanah. Akar yang telah bertunas dapat dipotong serta dipelihara dalam bedengan penyetekan atau polybag.
b. Setek Bonggol
Teknik ini dilakukan dengan cara mengiris dan menanam bonggol (pembengkakan buku – buku pada batang utama) dalam bedengan penyetekan. Bekas irisan bonggol dihadapkan ke bawah kemudian di sungkup dengan plastik. Tunas yang sudah tumbuh memanjang dipisahkan dengan akarnya dengan cara mengiris bonggol kemudian ditanam dalam polybag.
c. Setek Batang
Setek batang dilakukan dengan cara memotong batang sepanjang 20 – 30 cm. Daun – daunnya di kupir setengahnya dan setelah berumur 5 – 6 bulan dapat ditanam di lapang.
d. Setek Ruas
Setek ruas merupakan perbanyakan dengan satu ruas/buku. Ruas yang diambil biasanya ruas kedua, ketiga dan keempat. Teknik ini merupakan perbaikan dari teknik setek batang.
e. Setek Belah
Setek belah merupakan pengembangan dari setek ruas. Teknik ini adalah dengan satu bahan setek ruas dibelah dengan menyisakan satu ketiak daun dengan tunas dorman yang siap tumbuh.
f. Setek Daun Bermata Tunas
Setek daun bermata tunas dapat dibuat dengan cara menyayat entres sepanjang kurang lebih 2 cm di bawah tangkai daun ke arah atas hingga sedikit di atas mata tunas reproduksi. Bahan setek yang akan di tanam berbentuk sekeping kayu tipis berkulit dengan ukuran panjang kurang lebih 2 cm di bawah tangkai, serta tunas dorman dan daun yang telah di kupir.
g. Setek Sambungan
Setek sambung adalah dua bahan setek yang disambung menjadi satu. Bahan setek bagian atas di buat dari satu ruas entres yang disayat dua sisinya sehingga berbentuk seperti baji, kemudian disambungkan pada bahan setek bagian bawah yang telah di belah ujungnya dan pangkal bahan setek bagian bawah disayat miring.
h. Okulasi
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan mata tunas yang masih berwarna hijau tanpa daun dengan batang bawahnya berumur kurang dari 2 tahun.
i. Sambungan Epikotil
Sambungan dengan menggunakan batang bawah telah berumur 6 – 8 bulan dengan diameter batang sebesar pencil dengan menyisakan daun 2 – 3 pasang daun. Biasanya sambungan dilakukan pada batang bawah setinggi kurang lebih 20 cm dari pemukaan tanah.
j. Sambungan Hipokotil Fase Serdadu
Sambungan hipokotil adalah cara penyambungan batang atas pada hipokotil batang bawah (di bawah kotiledon) yang dilakukan pada waktu batang bawah masih dalam fase serdadu atau kepelan.
k. Sambungan Akar
Metode sambungan akar adalah menyambungkan akar, baik satu atau seluruh akar dari tanaman semaian pada batang atas. Untuk mendapatkan keseragaman genetis bahan tanam sebaiknya menggunakan satu sumber akar dari kebun entres klonal.
Sumber Pustaka :
1. Ir. M. Yahmadi (1972). Budidaya Dan Pengolahan Kopi. Sub Balai Penelitian Budidaya Jember
2. I. Hartana, Soekarya Danimihardja (1990). Program Penelitian Komoditas Kopi di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Jember
3. Gatut-Suprijadji & Bambang Odang Mubiyanto (1998). Beberapa Alternatif Teknik Perbanyakan Vegetatif Tanaman Kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao, 14 (2), 139 - 145
Komentar
Posting Komentar